Inflasi: Pengertian, Jenis, Penyebab, Menghitung, Dampak, Contoh dan Cara Mengatasi Inflasi

Inflasi

Inflasi adalah salah satu istilah yang sering disebut dan kita dengar. Istilah infasi sering muncul baik dalam berita dan media bahkan jadi isu ekonomi dan politik. Namun terkadang masih banyak yang tidak mengerti dengan maksud yang sebenarnya dari inflasi. Agar tidak salah menanggapi tentang inflasi, perlu kita mempelajarinya lebih jauh. Supaya pemahaman kita lebih komprehensif.

Agar memahami apa itu inflasi, pada tulisan ini akan dijelaskan dalam beberapa sub bagian.

  • Pengertian inflasi
  • Jenis jenis inflasi,
  • Faktor penyebab inflasi
  • Cara menghitung inflasi (indikator inflasi)
  • Dampak inflasi
  • Contoh inflasi di Indonesia
  • Cara mengatasi inflasi

 

Pengertian Inflasi menurut ahli

Case, Fair, & Oster

Pengertian inflasi secara sederhana adalah kenaikan tingkat harga secara umum.

Oner

Inflasi biasanya merupakan ukuran yang luas, seperti kenaikan harga secara keseluruhan atau kenaikan biaya hidup di suatu negara. Tapi itu juga bisa dihitung lebih sempit seperti untuk barang-barang tertentu, misalkan makanan atau untuk layanan seperti potong rambut. Apa pun konteksnya, pengertian inflasi adalah petunjuk seberapa mahal sekumpulan barang dan / atau jasa yang relevan selama periode tertentu, paling sering dalam kurun waktu setahun.

Rahardja & Manurung

Pengertian inflasi adalah kenaikan harga barang/jasa secara umum dan terus menerus. Pengertian lainnya bahwa Inflasi adalah tingkat kenaikan harga selama periode waktu tertentu. Ada tiga komponen penting menurut Rahardja & Manurung yang harus diperhatikan dalam pengertian inflasi yaitu adanya kenaikan harga, bersifat umum dan berlangsung terus-menerus.

Dapat dikatakan kenaikan harga terjadi apabila harga barang/jasa menjadi lebih tinggi dari harga pada periode sebelumnya. Misalnya harga sabun naik dari 1000 rupiah menjadi 1200 rupiah. Kenaikan harga barang tersebut belum tentu bisa dikatakan inflasi jika bukan terjadi kenaikan harga bersifat umum (harga barang-barang lain tidak naik).

Bersifat umum disini berarti kenaikan harga juga mendorong kenaikan harga barang-barang lain secara umum. Sebagai contoh, harga mangga pada musim nya dapat berharga 8000 rupiah. Namun sebelum musimnya dapat naik menjadi 10.000 rupiah. Kenaikan harga tersebut tidak dapat dikatakan sebagai inflasi jika harga barang lain tidak ikut naik. Bandingkan dengan bila terjadi kenaikan harga BBM. Perhatikan saja contoh beberapa pengalaman di Indonesia, bahwa setiap pemerintah menaikkan harga BBM maka harga barang-barang lainnya ikut naik.

Namun kenaikan harga saja belum cukup terpenuhi agar benar-benar dikatakan inflasi, syarat selanjutnya haruslah berlangsung secara terus menerus. Bila harga secara umum naik dalam waktu sesaat belum bisa dikatakan inflasi. Oleh sebab itu, untuk menghitungnya akan dilihat dalam rentang waktu paling minim dalam bulanan. Karena dalam waktu satu bulan akan nampak kenaikan tersebut bersifat umum dan terus-menerus atau tidak. Dapat juga perhitungannya dilihat dalam rentang waktu triwulan atau bahkan tahunan.

 

Jenis Jenis Inflasi

Jenis-jenis inflasi bila dilihat dari asalnya dapat dikategorikan dengan inflasi dari dalam negeri dan luar negeri. Inflasi yang bermula dari dalam negeri ini dapat disebabkan oleh berbagai keadaan ekonomi dalam negeri yang memicu kenaikan harga. Misalkan pemerintah mengeluarkan kebijakn mencetak uang sehingga jumlah uang beredar meningkat. Hal ini dapat memicu terjadinya kenaikan.

Inflasi dari luar negeri biasanya disebabkan karena adanya kenaikan harga impor. Terdapat berbagai alasan yang dapat memicu harga barang impor naik. Diantaranya karena adanya kenaikan pajak atau cukai untuk barang impor. Atau dapat juga karena memang biaya faktor produksi yang menjadi lebih mahal sehingga harga barang meningkat.

Jenis-jenis Inflasi dari sudut pandang kuantitatif atau tingkat keparah dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori yaitu:

  1. Jenis inflasi rendah (< 10 persen)

Inflasi dianggap rendah yaitu apabila tingkat inflasi berada dibawah 10%. Inflasi rendah ini dapat juga dikatakan sebagai jenis inflasi merangkak, dimana inflasinya yang terjadi tidak melebihi tingkat pertumbuhan produksi. Kategori merangkak yaitu yang berada dibawah 10 persen.

  1. Jenis inflasi berjalan cepat (Galloping)

Jenis inflasi yang dianggap berjalan cepat yaitu inflasi antara 10%-100% per tahun. Jenis inflasi ini dianggap berjalan cepat karena melebihi tingkat pertumbuhan produksi. Biasanya inflasi diatas 10% sudah melebihi tingkat produksi yang ada. Namun dalam beberapa literature yang pula mengkategorikan inflasi dengan tingkat keparah sedang bila inflasi antara 10%-30%, dan dianggap inflasi berat jika terjadi inflasi sebesar 30%-100% per tahun. Pada kondisi inflasi yang berjalan cepat ini, uang kehilangan daya belinya dan orang memegang uang sesedikit mungkin.

  1. Jenis inflasi diluar kendali (Hiperinflasi)

Hiperinflasi adalah inflasi yang “di luar kendali”, suatu kondisi di mana harga naik dengan cepat ketika mata uang kehilangan nilainya. Hiperinflasi lebih dari 100% per tahun. Kondisi harga barang serta tingkat upah sangat tidak menentu. Uang tidak memiliki nilai dan perdagangan barter muncul. Contoh: Jerman setelah perang dunia I, Hongaria setelah perang dunia II.

 Baca juga: Hiperinflasi dan contoh negara yang mengalaminya.

 

Cara menghitung Inflasi (Indikator Inflasi)

Cara menghitung inflasi dapat dilakukan dengan beberapa indikator. Terdapat beberapa indikator untuk mengukur laju inflasi. Beberapa diantara indikator tersebut yaitu:

1.      Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index)

Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui inflasi yaitu dengan IHK. Indeks harga konsumen (IHK) yaitu nilai indeks dari tingkat harga barang dan jasa yang dibeli konsumen dalam satu periode tertentu.  IHK dihitung dari harga barang dan jasa utama yang masyarakat konsumsi dengan memberikan bobot pada masing-masing barang.

2.      Indeks Harga Perdagangan Besar

Indeks harga perdagangan besar (IHPB) melihat dari sisi produsen yaitu dinilai dari harga yang diterima oleh produsen pada berbagai tingkat produksi.

3.      Indeks Harga Implisit (GDP Deflator)

Selain kedua jenis indikator tersebut terdapat juga indicator lain yang disebut indeks harga implisit (GDP deflator) atau yang disingkat IHI. Pada kedua indikator (IHK dan IHPB) memiliki keterbatasan dalam menghitungnya. Hal ini karena IHK dan IHPB hanya melingkupi beberapa jenis barang dan jasa utama yang diperhitungkan serta lingkup wilayah yang hanya terdiri dari beberapa kota.

Padahal dalam kenyataan kita dapat menemui banyak ragam barang dan tentunya cakupan barang yang ada akan sangat banyak. Oleh sebab digunakan indeks harga implisit untuk memperoleh amabaran nilai yang paling mendekati kondisi aktualnya. GDP deflator ini biasanya di perkenalkan dan dibahas dalam produk domestik bruto baik berdasarkan perhitungan harga konstan maupun harga berlaku.

 

Faktor Penyebab Inflasi

Faktor penyebab inflasi pada kesempatan ini akan diuraikan 2 faktor. Faktor penyebab inflasi dapat berupa tarikan permintaan dan dorongan permintaan.

Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation) adalah inflasi yang disebabkan oleh besarnya tekanan permintaan agregat. Pada kondisi ini, timbul permintaan agregat dalam suatu perekonomian melebihi penawaran agregat yang ada. Dengan besarnya permintaan barang/jasa menyebabkan harga menjadi naik.

Dalam bahasa moneter, faktor penyebab inflasi tarikan permintaan karena adanya kelebihan jumlah uang beredar atau likuiditas berlebih dalam suatu perekonomian. Banyaknya uang yang beredar mendorong terjadinya kenaikan permintaan. Kenaikan permintaan barang akan memicu terjadinya kenaikan harga dan kenaikan permintaan faktor produksi.

Terdapat banyak kemungkinan penyebab inflasi tarikan permintaan terjadi. Diantara hal-hal yang dapat mendorong kenaikan permintaan diantaranya pengeluaran investasi berlebihan, kenaikan konsumsi yang berlebihan, pinjaman berbiaya rendah, pemotongan pajak, dan pengeluaran pemerintah.

Baca juga: Faktor Penyebab Inflasi

Inflasi dorongan biaya (cost push inflation) adalah inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya untuk memproduksi barang/jasa. Faktor penyebab inflasi dorongan biaya ini bisa terjadi karena adanya kenaikan harga input. Kenaikan besar dalam biaya barang atau jasa impor di mana tidak ada alternatif yang cocok tersedia. Sehingga terjadi penawaran barang yang lebih sedikit dan menyebabkan terjadinya kenaikan harga.

Tekanan pada sisi penawaran sebagai faktor penyebab inflasi dapat terjadi karena adanya guncangan pasokan yang mengganggu produksi. Faktor penyebab inflasi dorongan biaya (atau guncangan penawaran) dapat dikarena oleh adanya persaingan tidak sempurna, peningkatan pajak, naiknya upah, dan insiden politik (seperti krisis minyak).

Masalah teknis produksi dan distribusi juga dapat menjadi faktor penyebab inflasi dorongan biaya. Misalkan terjadi masalah teknis dalam produksi tentu akan mengganggu proses produksi. Produksi yang terganggu dapat menjadikan penawaran barang jadi lebih sedikit dari sebelumnya. Faktor distribusi yang terganggu juga dapat mempengaruhi terjadinya inflasi semisal terjadinya bencana alam dan hal lainnya. Hal-hal seperti ini bisa saja mendorong terjadinya inflasi.

 

Dampak Inflasi

Dampak inflasi dalam tingkatan tertentu dapat mendorong pertumbuhan penawaran agregat. Dengan adanya kenaikan harga barang akan dapat memicu produsen untuk meningkatkan produksinya (output). Kendati secara matematis belum terbukti, namun banyak yang sepakat bila tingkat yang dianggap aman yaitu sekitar 5%-10% per tahun. Sebab, umumnya yang diatas 10% apalagi sampai terjadi hiperinflasi (inflasi diatas 100%) pertahun biasanya akan menimbulkan biaya sosial. Beberapa masalah sosial akan timbul sebagai dampak inflasi yang tinggi diantaranya:

  1. Dampak inflasi menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat

Kesejahteraan masyarakat umumnya diukur dari daya beli pendapatannya. Adanya Inflasi yang tinggi akan menggerus daya beli masyarakat terutama masyarakat kecil yang berpenghasilan tetap. Sebagai contoh, misalnya seorang PNS dengan gaji Rp. 3.000.000 per bulan. Pada tahun sebelumnya harga beras yaitu Rp. 10.000 per kilogram. Sehingga dengan gajinya tersebut setara dengan 300 kg beras per bulan. Bila terjadi kenaikan harga yang tinggi maka beras yang dapat dibeli menjadi lebih sedikit karena harga beras lebih mahal. Hal tersebut menunjukkan kesejahteraannya menurun.

2. Memburuknya distribusi pendapatan

Dampak buruk inflasi lainnya yaitu makin buruknya distribusi pendapatan. Misalkan inflasi tahunan sebesar 20%, sebenarnya dampak buruknya dapat dihindari jika mampu menaikkan pendapatan lebih dari 20%. Dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi akan mampu mengkompensasi kenaikan harga. Namun yang jadi pertanyaan adalah, apakah semua kelompok masyarakat mampu menaikkan pendapatan melebihi tingkat inflasi tersebut? Akibat dari kenaikan harga yang tinggi biasanya akan mengarah pada sebagian masyarakat yang tidak mampu menaikkan pendapatan melebihi tingkat inflasi bahkan cenderung menurun. Distribusi pendapatan dari sisi riil akan semakin timpang.

3. Dampak inflasi membuat terganggunya stabilitas ekonomi

Yang diharapkan dari stabilitas ekonomi secara sederhana digambarkan dengan kondisi spekulasi yang sangat kecil dalam perekonomian. Produksi dalam kapasitas penuh dan konsumennya juga menggunakan barang dan jasa secara optimal untuk memenuhi kebutuhannya. Namun dengan adanya kenaikan harga yang tinggi akan menyebabkan kondisi nyaman ini terganggu. Sebab adanya inflasi tinggi akan merubah perkiraan (ekspektasi) harga-harga dimasa mendatang. Bisa saja memunculkan tindakan spekulasi.

Bagi produsen bila ada ekspektasi kenaikan, dengan perkiraan harga yang naik maka produsen akan menunda penjualannya untuk mendapatkan keuntungan lebih besar dimasa depan. Begitu sebaliknya bagi konsumen dengan adanya perkiraan harga naik maka akan memperbanyak permintaan lebih dari biasanya karena takut harga naik dimasa depan. Tindakan-tindakan spekulasi seperti ini dapat memperburuk inflasi dan stabilitas ekonomi terganggu.

 

Contoh Inflasi di Indonesia (Inflasi Maret 2020)

Contoh inflasi di Indonesia yang diambil yaitu inflasi pada bulan Maret tahun 2020. Inflasi Indonesia pada Maret 2020 secara umum yaitu sebesar 0,1%. Berdasarkan pemantauan pada 90 kota di Indonesia, terdapat 43 daerah terjadi inflasi dan 47 daerah terjai deflasi. Secara umum di Indonesia dipandang terjadi inflasi. Inflasi tertinggi terjadi pada daerah Lhokseumawe. Inflasi terendah dimiliki oleh Surabaya, Surakarta dan Pekan Baru.

Inflasi berarti adanya kenaikan harga yang tercermin dari kenaikan indek kelompok pengeluaran. Dari indeks kelompok pengeluaran, yang mengalami kenaikan tertinggi yaitu untuk kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya. Adapun yang mengalami deflasi (penurunan harga) yaitu kelompok transportasi. Apakah inflasi pada perawatan pribadi dan jasa lainnya serta deflasi pada transportasi sebagai gambaran kondisi imbas dari merebaknya penyakit Covid-19? Kaitan antara Covid-19 dengan inflasi mungkin perlu diteliti lebih jauh lagi oleh teman-teman.

 

Cara mengatasi inflasi

Cara mengatasi inflasi seringkali menjadi pertanyaan ketika membicara tentang inflasi. Namun, cara mengatasi inflasi yang akan dibahas disini harus kita sepakati untuk dipahami dengan sedikit berbeda. Yang perlu kita pahami bersama bahwa tidak ada cara untuk menghilangkan sama sekali inflasi. Yang dapat dilakukan adalah mengendalikan tingkat inflasi serendah mungkin sesuai dengan yang ditargetkan. Oleh sebab itu, ulasan cara mengatasi inflasi ini berisi tentang bagaimana mengendalikan inflasi.

Kebijakan moneter menjadi salah satu cara untuk mengatasi inflasi. Sebagaimana sebelumnya dibahas bahwa penyebab inflasi dari sisi moneter adalah likuiditas berlebih dalam perekonomian. Peredaran uang dalam perekonomian dapat dikendalikan oleh pemerintah. Dengan mengendalikan jumlah uang beredar, akan dapat mempengaruhi stabilitas harga (mengendalikan inflasi). Kebijakan yang digunakan untuk mengendalikan jumlah uang beredar ini adalah kebijakan moneter.

Kewenangan mengambil kebijakan moneter dimiliki oleh bank Indonesia sebagai bank sentral Indonesia. Sasaran utama kebijakan moneter dari BI adalah menjaga stabilitas harga. Atau dengan Bahasa lainnya yaitu BI mempunyai peran untuk mengendalikan inflasi. Kebijakan moneter yang diambil BI harus sejalan dengan kebijakan fiskal yang diambil pemerintah agar kebijakan menjadi efektif.

Cara mengatasi inflasi ala BI akan memanfaatkan instrumen kebijakan moneter yang dimiliki. Instrumen kebijakan moneter yang dimiliki BI antara lain operasi pasar terbuka, giro wajib minimum, dan tingkat diskonto. Bi memanfaatkan ketiga instrument tersebut untuk mengendalikan jumlah uang beredar yang pada akhirnya sasaran pengendalian inflasi tercapai. Untuk dapat memahami bagaimana cara kerja instrumen ini hingga mempengaruhi inflasi dan perekonomian, perlu mempelajari lebih dalam terkait transmisi kebijakan moneter. Pada ulasan ini akan dibahas sekilas saja.

Operasi pasar terbuka adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah dengan membeli atau menjual surat berharga pemerintah. Aktivitas menjual atau membeli surat berharga ini pada akhirnya akan mempengaruhi jumlah uang beredar. Saat pemerintah menjual surat berharga, maka akan dibeli oleh masyarakat. Sehingga uang dari masyarakat akan terserap dan uang yang beredar akan berkurang. Bila inflasi terjadi karena banyaknya jumlah uang beredar, dengan mengendalikannya peredaran uang maka akan mengendalikan inflasi. Sebaliknya, bila pemerintah membeli surat berharga maka jumlah uang beredar akan bertambah.

Sedangkan instrumen giro wajib minimum yang dimiliki BI adalah dana yang wajib disimpan oleh bank umum dalam bentuk giro dan ditempatkan di Bank Indonesia. Misalkan BI menerapkan giro wajib minimum sebesar 4%, maka dana yang dimiliki bank umum sebesar 4% harus disimpan di BI. Dana yang dimiliki oleh bank umum akan digunakan untuk memberikan utang kepada masyarakat sehingga uang beredar ke masyarakat. Bayangkan bila BI menerapkan giro wajib minimum (GWM) sebesar 4 persen. Artinya ada 4 persen dana yang tidak dapat diedarkan kepada masyarakat. Bila pemerintah menerapkan GWM sebesar 10% maka ada 10% dana tertahan untuk tidak diedarkan. Dari cara inilah pemerintah juga dapat mengatasi inflasi yaitu dengan mengendalikan uang beredar.

Tingkat diskonton agar mudah, dipahami aja sebagai tingkat bunga. Tingkat diskonto ini diterapkan oleh bank Indonesia kepada bank umum. Meski BI menerapkannya pada bank umum, tentu akan mempengaruhi aktivitas bank umum kepada masyarakat juga pada akhirnya. Dengan kondisi tingkat bunga tinggi, akan cenderung menabung dibandingkan meminjam sehingga uang beredar berkurang. Sebaliknya bunga rendah akan cenderung meminjam dibandingkan menabung sehingga uang beredar lebih banyak. Dengan kebijakan pengendalian seperti ini akhirnya BI dapat juga mengendalikan jumlah uang yang beredar. Sehingga dengan pengaturan jumlah uang beredar akan menjadi cara mengatasi inflasi pada tingkat yang ditargetkan.

Instrumen yang dimiliki oleh BI sebenarnya tidak hanya 3 hal tersebut. Namun ketiga hal tersebut yang paling banyak dibahas. Meskipun instrument tersebut terlihat masuk akal secara konsep, namun tidak semua kebijakan efektif untuk semua kasus. Terkadang kasus tertentu memiliki instrument tertentu yang lebih efektif dibandingkan instrument lainnya.

Be the first to comment

Leave a Reply